Keistimewaan Sego Rogo: Tradisi Malam Lailatul Qadr yang Penuh Makna

Sego Rogo: Tradisi Spiritual yang Diselenggarakan Malam Lailatul Qadr yang diamanahkan Tuan Guru Buya Almukaram
Pematang siantar, tnaj.or.id. Sego Rogo, sebuah amanah berharga dari Buya Sepuh saat suluk di Rumah Ibadah Suluk Sitiung, Sumatera Barat pada tahun 2017, kini menjadi tradisi yang menggabungkan kekhusyukan spiritual dan kebersamaan. Meskipun masih jarang diketahui, terutama di Ponpes Bandar Tinggi, kegiatan belum menjadi kebiasaan.
Acara dimulai setelah shalat Tarawih, dilanjutkan dengan shalat Lailatul Qadr, dan Witir, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. Sebelum makan, acara diawali dengan tawasul, mengirimkan Al-Fatihah, serta bacaan Takhtim seperti Yasinan, diikuti dengan doa-doa.
Sego Rogo bukan hanya sekadar makan bersama, melainkan sarana mempererat tali persaudaraan dan memperdalam keimanan. Sego Rogo, sajian nasi tumpeng dengan ayam ingkung yang ditempatkan di atas nampan, penuh dengan keunikan. Dilengkapi dengan 17 macam topping, setiap suapan menjadi perpaduan rasa yang kaya. Namun, yang paling istimewa adalah cara menikmatinya—tak boleh menggunakan sendok, hanya tangan yang digunakan, sesuai dengan filosofi ‘rogo’ dalam bahasa Jawa, yang berarti tubuh. Sebuah pengalaman makan yang menyentuh hati, bukan hanya lidah.
Sego Rogo: Makna yang Tersembunyi di Balik Setiap Suapan
Dalam sebuah kelas yang penuh keingintahuan, beberapa murid dengan berani bertanya kepada Buya, “Apa makna dari sego rogo ini, Buya?”. Menanggapi pertanyaan itu, Buya dengan bijak menjawab, “Kalian buat saja, jangan pernah tinggalkan, dan beri tahu kepada semua jamaah.” Namun pastinya kami menambahkan satu hal yang pasti. “Sego rogo memiliki rahasia tersendiri, dan tidak ada yang sia-sia dari apa yang dibuat oleh Buya Almukarram.”
Pesan yang terkandung dalam kata-kata Buya tersebut mengundang kita untuk terus berusaha dan berbagi, dengan keyakinan bahwa setiap tindakan, sekecil apa pun, memiliki makna yang lebih dalam. Sego rogo, lebih dari sekedar nasi, adalah simbol perjuangan, ketekunan, dan hikmah yang tak terlihat.
Pada malam 22 yang bertepatan dengan Sabtu malam Minggu, sekaligus malam Lailatul Qadr, semangat dan antusiasme jemaah Halqoh Pematang Siantar mencapai puncaknya. Mereka dengan penuh khidmat melaksanakan amanah dari Buya Almukaram, menorehkan momen penuh berkah dan makna dalam ibadah yang luar biasa.